Tuesday, July 01, 2008

Jejak Sang Petualang


Buku ini saya beli, ketika mengunjungi Book Fair yang sedang berlangsung di Istora Senayan Jakarta, dari tanggal 28 Juni 6 Juli 2008. Buku ini memang salah satu target yang pencarian, karena Agustus mendatang kalau jadi, rencananya saya mau mendaki Gunung Gede-Pangrango.

Ada beberapa alasan, kenapa orang suka untuk mendaki, diantaranya: Penelitian ilmiah seperti Biologi; Minat khusus, seperti lintas gunung, latihan survival, dan buka jalur; Amatir, penikmat alam, rekreasi, dan melatih mental fisik. Dari ketiganya itu, bagi saya pribadi termasuk pada rekreasi saja.

Untuk keperluan tersebut, perlu dipersiapkan mental, fisik dan data-data pendukung. Buku ini adalah salah satu guide untuk menunjang rencana tersebut. Di dalamnya menceritakan pengalaman penulisnya dalam melakukan pendakian ke beberapa gunung di Indonesia. Dijelaskan juga pada buku ini mengenai bagaimana cara-cara melakukan pendakian yang aman dan menyenangkan. Informasi lain yang juga dijelaskan adalah: waktu tempuh perjalanan, waktu tempuh pendakian, serta data-data pendukung lainnya, seperti: kondisi flora-fauna, sejarah, vulkanologi, dan obyek menarik lainnya.

Ada 27 gunung yang pernah didaki oleh penulis yang diceritakan oleh penulisnya, di antaranya yaitu: Taman Nasional Gunung Leseur, Gunung Sinabung, Gunung Sibayak, Gunung Merapi, Gunung Singgalang, Gunung Kerinci dan Gunung Tujuh, Gunung Dempo, Gunung Salak, Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, Gunung Ciremai, Gunung Slamet, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Marapi, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Arjuna dan Welirang, Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru, Gunung Argopuro, Kawah Ijen, Gunung Raung, Gunung Agung, Taman Nasional Rinjani, Gunung Tambora, Gunung Latimojong, Gunung Lampobatang dan Bawakaraeng, dan Gunung Kinabalu.

Beberapa penyakit yang sering menerpa pendaki gunung, di antaranya: Hypothermia dan Hipoksia. Hypothermia di sebabkan oleh menurunnya suhu tubuh secara drastis sehingga korban mengalami halusinasi. Tanda penyakit ini adalah, korban membuka baju, berbicara melantur, seperti orang tidak waras. Sedangkan Hipoksia disebabkan kurangnya jumlah oksigen di dalam otak karena faktor ketinggian. Ditandai dengan pusing, mual, nafas sesak, tidak nafsu makan, kedinginan, badan lemas, dan jantung berdebar kencang.

Data buku:
Judul: Jejak Sang Petualang
Penulis: Harry Wijaya dan Christian Wijaya
Penerbit: Andi Yogyakarta, 2005

Monday, March 24, 2008

Tinggalkan auto, gunakan cara-cara manual


Menggunakan camera dengan fitur auto nampak memudahkan, sehingga banyak pengguna (paling tidak saya), malas mempelajari lebih dalam camera tersebut. Padahal semua orang bisa menggunakan teknologi ini dengan mudah, sehingga menghasilkan kualitas foto yang baik. Menurut saya perlu dipelajari fitur-fitur lainnya, termasuk teknik fotografi. Menurut saya buku "123 Klik ! Petunjuk Memotret Kreatif untuk Pemula" cocok untuk keperluan yang ingin mempelajari fotografi. Wajib dimiliki oleh para newbi dibidang fotografi.

Seperti dalam kata pengantarnya, bahwa daya tarik foto diperoleh dari gabungan antara teknologi perlatan fotografi plus objek pemotretan dan ketrampilan memotret. Kenapa saya tulis diblog ini? Ya, sekalian belajar dan mencoba mempraktikan dan mengingat sambil menuliskannya. Setelah membaca buku ini, dijamin pembaca "yang hobby jeprat-jepret" akan malu sendiri dengan cara-cara memotret konvensional yang selama ini dilakukan. Paling tidak, ini lah pengalaman saya.

Memotret tidak asal "ngejepret", untuk menghasilkan foto yang baik ada beberapa hal yang perlu dipahami baik teknik maupun seni fotografi. Camera yang saya gunakan adalah Canon SLR 350D, tetapi saya selalu menggunakan Auto (he... he... he ... memalukan!). Itupun hasilnya kurang bagus. Metode auto, ternyata ada kelemahannya, yaitu: Tidak boleh memotret pada objek kurang dari 1 meter; posisi objek pemotretan harus berada di tengah jendela bidik; Bila ada 2 objek fokuskan pada salah satu objek (hlm 15).

Camera yang saya gunakan termasuk jenis SLR (Single Lens Reflex), istilah ini merujuk kepada cara kerja camera di mana pembidikan dilakukan secara horisontal dan berpandangan langsung dengan lensa utama.

Ada beberapa jenis lensa, di antaranya: Lensa standar (50 mm), lensa ini menunjukan objek yang ukuran pembesarannya sesuai penglihatan kita; lensa sudut lebar, dapat menjangkau objek lebih lebar, cocok untuk memotret panorama; Lensa tele (kebalikan dari lensa lebar), lensa ini cocok untuk pemotretan profil, mengaburkan lingkungan di sekitarnya. Ada beberapa ukuran, yaitu 85 mm, 135 mm, 180 mm, 300 mm dan 400 mm; Lensa Zoom, merupakan gabungan ketiga jenis lensa dengan ukuran-ukuran 35-70 mm, 80 - 200 mm, 135 - 200 mm; Lensa makro, digunakan untuk memotret benda-benda kecil, ukuran ada yang 55 mm, 60 mm.

Teknik Memotret (hlm 33)
Adalah memadukan keadaan pencahayaan, kecepatan rana, dan bukaan difragma. Bukaan diafragma adalah alat pengatur cahaya yang masuk ke dalam lensa. Memotret pemandangan, diafragma besar. Bila kondisi cahaya cukup, bukaan diafragma besar. Kecepatan rana adalah kecepatan pengaturan dalam menerima pencahayaan objek. Semakin cepat rana membuka dan menutup semakin sedikit cahaya yang masuk.

Lampu Blitz (hlm 41)
Beberapa hal yang perlu diingat, bahwa semakin besar kekuatan blitz, semakin jauh kemampuannya untuk menerangi objek. Efek lampu kilat ditentukan oleh jarak pemotret dengan objek. Semakin jauh, semakin sedikit cahaya menerangi objek. Kecepatan lampu, juga dapat menghentikan objek yang bergerak, gunakan kecepatan rana tinggi. Memotret dengan jarak yang sangat dekat, akan menjauhkan objek dari latar belakang dan berwarna gelap, sebab lampu kilat akan jatuh tepat pada objek yang terdekat. Penggunaan lampu blitz, pada kondisi mendung atau terhalang matahari akan membantu menghilangkan kerutan pada wajah dan bayangan.
Gunakan teknik bounce (hlm 46), yaitu untuk memantulkan cahaya lampu kilat ke arah langit-langit atau dinding, sehingga menhindarkan efek refleksi pada wajah.

Semoga saja, setelah membaca buku ini, teknik memotret, saya yang newbi ini bisa menjadi lebih baik lagi.

Data buku:
Judul Buku: 123, Klik! Petunjuk Memotret Kreatif untuk Pemula
Penulis: Dini Yozardi dan Itta Wijono
Penerbit: Gramedia

Tuesday, March 04, 2008

Berani Menulis Artikel

Buku ini ditulis oleh Wahyu Wibowo, seorang penulis yang selama ini berkubang di dalam dunia jurnalistik, pendidikan, dan budaya.
Ada beberapa alasan, mengapa saya perlu memiliki buku ini. Pertama, saya masih sulit membedakan pengertian antara: artikel, esai dan features. Kedua, ada sebagian tulisan yang saya kirim ke media cetak, ditolak oleh dengan alasan yang halus, seperti: kesulitan ruang pemuatan. Ketiga, ingin mengetahui bagaimana struktur organisasi tulis menulis yang benar. Dijelaskan oleh penulis tersebut, bahwa: Esai adalah suatu bentuk pengucapan jiwa yang bahan bakunya dari berbagai macam literatur yang tersusun secara bebas, tanpa sistematik. Sehingga dari tulisan tersebut kita ketahui pendapat dan pendirian cita-cita dan harapan si penulis terhadap pokok persoalan yang dibahas. Esai yang baik adalah orang yang berpikiran kritis, berwawasan luas, trampil menulis, dan memiliki tingkat kematangan emosi yang terjaga.
Features, banyak pakar mendefinisikan bahwa features adalah karangan prosa berbentuk ringkas padat yang disajikan secara naratif dan sarat mengandung human interest. Definisi ini menurut sipenulisanya tidak tuntas, sehingga saat ini kita masih tidak mampu membedakan antara esai dengan features.
Artikel, struktur penulisannya hampir sama dengan esai. Perbedaannya hanya terletak pada tujuan penulisan. Esai lebih menonjolkan persuasifnya, mempengaruhi. Artikel ini lebih kepada eksposisinya.

Bagi penulis artikel, dituntut kesabaran untuk menanti giliran pemuatan. Itupun jika dimuat. Karena keterbatasan halaman, seringkali artikel itu justru tidak dimuat. Ada beberapa saran jika hendak artikel itu dimuat, yaitu: artikel harus benar-benar menarik, baik dari sudut pandang redaktur maupun aktualitas, faktualitas dan gaya penyajian.

Struktur organisasi tulis menulis
Struktur, yaitu cara membangun sesuatu, yaitu: merujuk pada topik, tema dan judul. Topik, hendaknya bermanfaat dan layak dibahas (hlm 81-82). Bermanfaat bearti memberi sumbangan pada ilmu dan profesi kita. Layak dibahas, karena memerlukan pembahasan sesuai bidang yang kita tekuni. Menarik menurut kita. Topik yang menarik perhatian otomatis akan meningkatkan kegairahan dalam menulis. Kita kenal dengan baik. Artinya, masih berada di sekitar pengalaman kita / pengetahuan. Jangan terlalu baru. Ini akan mengakibatkan bahan pendukung sulit dicari. Jika dipaksakan akan berkutat pada subyektifitas belaka.
Judul, penting setelah proses penulisan rampung. Judul, hendaknya ringkas padat, kreatif, dan berkonotasi positif. Judul harus mampu mencuri pandang pembaca, seperti: membandingkan dengan judul karya sastra; mencerminkan topik tulisan dan mudah diingat; mudah dibaca dan diucapkan; tidak kemaruk terhadap penggunaan bahasa asing; dapat diterima secara umum; dan harus berbentuk frasa, bukan bentuk kalimat.

Struktur Artikel (dibahas di halaman 115-125)
Secara teori dibagi atas teras (lead), tubuh (body), dan penutup (ending).
Teras, diletakan pada awal wacana, yaitu sebagai pengantar gagasan atau sebagai intro untuk menata pikiran pembaca guna mengetahui isi jurnalistis seutuhnya. Teras umumnya ditulis dengan model-model: kesatuan, pertanyaan, kutipan langsung, deskriptif ucapan, kondang, menuding, sapaan parodi, figuratif, literer, penggoda, ringkasan, stakato, dialog, kumulatif, kontras, dan epigram.
Body, jangan memasukan semua hal yang kita ketahui, apalagi terkesan menggurui, mengingat panjang artikel hanya 7 halaman A4. Kita mengembangkan alinea tubuh, yaitu: Menggunakan model spiral; model rekatan; model blok; tematik; dan kronologis.
Ending, dalam menutup tulisan agar mengesankan pembaca, jangan berpanjang lebar. Sekaligus memberi kesimpulan akhir. Kiat menutup alinea: Model simpulan; model menggantung; model ringkasan.

Data Buku :
Judul : Berani Menulis Artikel
Penerbit : Jakarta, Gramedia
Tahun: 2007
Tebal: 220 hlm